-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Inilah Fakta: Keadilan Bumi dan Darah Syahid Hasan al Bana

Januari 30, 2025 | Januari 30, 2025 WIB Last Updated 2025-01-30T11:59:37Z
Jakarta,detiksatu.com _Kasus darah yang suci ini masih berada di tangan para hakim. Saya tidak mempunyai komentar mengenai hal ini dalam hal pokok masalahnya maupun mengenai fakta-faktanya. Tetapi semua hal ini menimbulkan keprihatinan dalam diri. Pada waktu yang tepat nanti akan dikemukakan kenyataan-kenyataan dan mengarahkan kita kepada hakikat keadilan bumi. Karena itu mata mengarahkan pandangannya kepada keadilan langit. Dengan demikian dapat dibuat perbedaan antara hukum yang dibuat oleh manusia dan syariat yang dibuat oleh Tuhan. “Sesungguhnya dalam hal itu merupakan peringatan bagi orang yang mempunyai hati, atau melakukan pendengaran padahal ia menyaksikan sendiri


Apakah balasan pihak penguasa yang telah menumpahkan darah yang tidak berdosa? Bagaimanakah pendapat keadilan bumi tentang yang telah disebutkan berita acara dalam bentuk yang pasti?

Barangkali ada kekebalan bohong untuk penguasa yang menyebabkan penuntut tidak dapat berbuat apa-apa.

Kebodohan bentuk apakah yang dilakukan undang-undang dasar yang memberikan perlindungan kepada orang-orang kriminal, sehingga mereka dapat diangkat di atas keadilan dan di atas hukum? Alangkah lemahnya semua keadilan bumi dan alangkah tidak berdayanya.

Keadilan bumi ini melarang pengadilan bandingan dalam banyak hal untuk memutuskan batalnya putusan yang tidak adil, apabila ia tidak mendapat kesempatan untuk membantah hukum itu dari segi bentuknya. Kalau bentuk luar dari suatu perkara semuanya telah benar dan lengkap, maka Pengadilan Bandingan tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk ikut serta dalam perkara itu, walaupun untuk menyatakan kebenaran yang dilihatnya sendiri. Ia tidak dapat menghilangkan keadilan yang dipercayainya terdapat dalam perkara itu.

Walaupun Pengadilan Bandingan itu mendapat alas an untuk ikut serta berdasarkan formalitas yang ada, makai a juga tidak dapat berbuat apa-apa kalau ia tidak menemukan kesalahan dalam pelaksanaan hukum positif, bagaimanapun tidak adilnya putusan yang dijatuhkan itu.

Hakim Abdul Aziz Fahmi telah mengambil pendirian seperti ini dalam perkara al Badari. Ia tidak mendapatkan cara untuk menghilangkan ketidakadilan dan merealisasikan keadilan, kecuali jeritan yang terdapat dalam hati nuraninya, jeritan dalam menghadapi undang-undang bumi yang berdiri kaku diikat oleh prosedur-prosedurnya.

Pengadilan itu sendiri melakukan kesalahan. Kesalahan ini baru ketahuan setelah vonisnya dijatuhka. Ketika itu ia tidak dapat kembali lagi kepada yang benar. Setelah keluar vonisnya itu, persoalan tidak lagi berada dalam tangannya.

Aduh. Demikianlah pengadilan bumi yang melihat kebenaran dengan mata kepalanya sendiri, tetapi ia tidak sanggup untuk Kembali kepada kebenaran itu, karena perkaranya telah keluar dari tangannya, demi untuk menjaga tatacara prosedur hukum.

Sedangkan keadilan langit berkata: Kembali kepada yang benar itu adalah suatu sifat yang terpuji. Keadilan langit tidak melarang seorang hakim yang telah menjatuhkan vonisnya, tetapi setelah itu ia melihat kebenaran dan ternyata ia telah menjatuhkan hukuman dalam bentuk yang salah, untuk kembali kepada kebenaran, dengan jalan membatalkan putusan yang telah dijatuhkannya. Ia Kembali kepada kebenaran, karena kebenaran itu ia lebih pantas diikuti.

Tentu saja pengadilan lain mempunyai hak pula untuk kembali kepada kebenaran, kalau kebenaran itu telah tampak jelas baginya. Ia tidak perlu merasa terikat dengan tata cara prosedural yang telah lebih dipentingkan oleh pengadilan bumi, lebih penting dari keadilan itu sendiri, walaupun untuk itu perlu ditumpahkan darah orang-orang yang tidak berdosa.

Pada waktu kita menuntut agar Islam yang memerintah, pada waktu kita menuntut aar syariat Islam menjadi sumber perundang-undangan, sesungguhnya kita menuntut adanya suatu bentuk perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan tata cara procedural yang lebih teliti, dan suatu keadilan yang lebih sempurna.

Orang-orang yang tidak berpengetahuan berkata: Apakah anda ingin kita mundur Kembali ke belakang kepada empat belas abad yang lalu?

Alangkah sombongnya. Alangkah bodohnya. Undang-undang kamulah yang lemah tidak berdaya. Perundang-undangan kamulah yang terbelakang dan kaku.

Syariat kami yang kami menyeru kamu kepadanya, tidak pernah membelenggu tangan seorang hakim untuk Kembali kepada kebenaran, di waktu manapun juga, di tingkat pengadilan manapun juga, walaupun setelah putusan pengadilan telah dijatuhkan. Dalam semua keadaan, seorang hakim berhak untuk kembali kepada kebenaran yang diyakininya.

Syariat kami tidak berdiri kaku dengan tangan terbelenggu dalam menghadapi ketidakadilan yang terjadi atau keadilan yang hilang, hanya untuk menjaga kehebatan procedural, tanpa mengindahkan kehormatan, keadilan, kebenaran dan pengadilan
Syariat kami tidak berdiri lemah di depan seorang raja sekalipun, atau di depan seorang presiden republik, atau seorang perdana menteri, atau seorang menteri atau seorang pembesar. Di mana saja terdapat tindakan kriminal, syariat kami ada di sana untuk menghukum orang yang bersalah, apapun pangkat dan jabatannya.

Seorang pembunuh atau seorang yang menyuruh orang lain untuk membunuh, tidak akan ‘disebut’ oleh syariat kami: Paduka Yang Mulia, tidak akan diberinya suatu kekebalan, dan juga tidak akan meletakkannya di atas hukum.

Syariat kami tidak akan membiarkan para pejabat menumpahkan darah orang-orang yang tidak berdosa, lalu setelah itu mereka dapat pergi bebas demikian saja, tidak dapat dicapai oleh undang-undang yang buntung dan tidak bersenjata.

Karena itulah kami menyeru kepada anda agar menjadikan syariat Islam itulah yang berkuasa. Karena syariat Islam itu adalah suatu perundang-undangan yang lebih maju, lebih luas horizonnya dan lebih luwes. Kami melakukan seruan ini karena undang-undang bumi anda lemah, kaku, terbelakang, tidak sesuai dengan tuntutan zaman dan tidak menuntut balas kepada darah tidak berdosa yang telah tertumpah.

Pemikiran-pemikiran seperti ini berganti-gantian timbul dalam jiwaku, Ketika aku membaca tuduhan jaksa dan ketika itu saya melihat bahwa tangan keadilan bumi itu pendek, lemah dan terpotong. Dan aku memandang kepada keadilan langit, maka saya lihat ia menjulang tinggi, tinggi, mengatasi segala-galanya dan agung.

Saya berkata: Kenapa Tuhan tidak membukakan jalan kepada seluruh umat manusia ini, sehingga mereka bisa keluar dari kesempitan bumi kepada lapangnya langit? Kenapa Tuhan tidak membukakan pandangan manusia, sehingga mereka dapat melihat Cahaya, sehingga mereka tidak perlu terlunta-lunta dalam kegelapan dunia?

Suatu hal yang amat menimbulkan ketawa yang pahit adalah tokoh-tokoh hukum kita. Mereka menganggap bahwa perundang-undangan mereka itu modern dan maju, dan mereka anggap bahwa syariat Allah itu kolot dan reaksioner.

Mereka tidak memberikan kesempatan kepada diri mereka untuk memandang secara mendalam kepada syariat mereka dan syariat Allah. Kalau mereka melakukannya tentulah mereka akan tahu bahwa mentalitas perundang-undangan yang ada pada mereka itu adalah beku dan lemah, terutama kalau dibandingkan dengan syariat Allah yang toleran, bebas, teliti dan adil.

Mereka itu sebetulnya adalah orang-orang yang bodoh yang menganggap diri mereka bebas merdeka. “Jika dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu berbuat binasa di atas bumi. Ketahuilah bahwa mereka itu adalah orang-orang berbuat binasa tetapi mereka tidak menyadarinya.” (Lihat al Baqarah 11-12).

Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka dan menunjuki mereka kepada kebenaran. Kebenaran itu berada amat dekat sekali dengan mereka.[]

Nuim Hidayat
Sumber: Sayid Qutb,Beberapa Studi tentang Islam, Media Dakwah, Jakarta, 1981.

×
Berita Terbaru Update