Jakarta,'Orang miskin dilarang sekolah adalah sebuah keniscayaan dalam naungan sistem kapitalisme saat ini. Pendidikan makin hari makin mahal. Menjadi barang mewah yang susah dikecap. Padahal, pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dirasakan oleh seluruh rakyat
satu kegiatan di Shuffah adalah belajar membaca dan menulis. Salah satu pengajarnya adalah Ubadah bin Shamit. Ia mengajar sebagian penduduk Shuffah menulis dan Al-Qur’an. Selain di masjid, juga berdiri Kuttaab di Madinah sebagai tempat mengajar. Kuttaab adalah ruangan kecil untuk mengajar anak-anak membaca, menulis, dan menghafalkan Al-Qur’an.
Baginda Rasulullah Saw juga membuat kebijakan bagi para tawanan Perang Badar, yakni tebusan bagi mereka bisa dengan mengajar anak-anak penduduk Madinah. Dalam sebuah hadis riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas ra, “Ada beberapa tawanan pada hari Perang Badar yang tidak memiliki tebusan, Rasulullah Saw menjadikan tebusan mereka adalah dengan mengajarkan anak-anak kaum Anshar menulis.”
Perbuatan Baginda Rasulullah Saw tersebut merupakan dalil bahwa mendapatkan ilmu adalah hak bagi setiap individu. Perbuatan Baginda Rasulullah Saw juga menjadi landasan politik dalam aspek pendidikan, yakni menjadi kewajiban negara menjamin terselenggaranya pendidikan berkualitas yang murah bahkan cuma-cuma bagi rakyat, baik kaya maupun miskin, baik cerdas maupun tidak.
Sejarah mencatat dengan tinta emas bahwa sepanjang Kekhilafahan Islam tegak, anak-anak tidak pernah luput mendapatkan pendidikan gratis yang berkualitas, baik kaya maupun miskin, baik Muslim maupun non-Muslim. Beberapa lembaga pendidikan yang berada dalam naungan Daulah Islam kala itu di antaranya adalah Nizhamiyah di Baghdad pada tahun 1067 hingga 1401; Al-Azhar di Mesir pada tahun 975 hingga sekarang; Al-Qarawiyin di Fez, Maroko pada tahun 859 hingga sekarang, dan Sankore di Timbuktu, Mali pada tahun 989 hingga sekarang.
Daulah Islam terbukti mampu mewujudkan pendidikan gratis yang berkualitas, karena ditopang oleh sistem keuangan yang kokoh, yakni Baitulmal. Adapun pemasukan Baitulmas bersumber dari tiga pos, yakni pos kepemilikan umum, pos kemilikan negara, dan pos zakat. Pos kepemilikan umum berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam, sedangkan pos kepemilikan negara berasal dari jizyah, fai, kharaj, ganimah, dan sebagainya. (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizhaam al-Iqtishaadi).
Inilah kecemerlangan penyelenggaraan pendidikan dalam naungan sistem Islam. Sistem pendidikan yang mustahil menciptakan jurang kesenjangan bagi rakyat dalam mengakses pendidikan. Sungguh bertolak belakang dengan penyelenggaraan pendidikan dalam naungan sistem kapitalisme yang berbuah segudang problematika. Sungguh, inilah sistem pendidikan yang dirindukan dan dibutuhkan umat saat ini. Wallahu’Alam bissawab. []
Tim Redaksi