Kupang, detiksatu.com || Bau sampah sudah menyengat di depan pintu masuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Provinsi NTT.
Puluhan pemulung yang sebagian besar perempuan, remaja dan anak-anak sibuk memilah sampah plastik, kardus dan besi, Rabu (12/2/2025) siang.
Disitu mereka tidak sendiri.
Di tumpukan sampah itu kawanan sapi juga berkeliaran mencari sisa makanan.
Dari sekian pemulung ini, ada sesosok wanita paruh baya yang bernama Iis Bere (50) sibuk berjibaku mengais sampah di TPA Alak.
Di TPA Alak ini, Lis Bere sudah mengais sampah sudah menginjak waktu 4 tahunan.
Ia mendapatkan uang dari tumpukan sampah untuk membiayai hidup keluarga dan pendidikan anak-anaknya.
Lis Bere kemudian melitanikan profesi yang dia tekuni dengan tabah dan sabar, walaupun banyak orang melihat pekerjaan ini sangat hina.
Lis Bere mengatakan selain puluhan warga yang mengais sampah tapi ada juga ternak sapi yang nimbrung mencari sisa-sisa sampah untuk mengisi perut.
Lis Bere mengakui sudah terbiasa berbagi ruang dengan sapi-sapi itu.
Kawanan sapi dilepas oleh pemiliknya.
Sapi-sapi ini memakan sisa makanan, kardus bahkan plastik.
Kawanan sapi beruntung jika mendapatkan rerumputan yang hijau.
Sapi-sapi ini sering dilepas pemiliknya di sini.
Mereka tidak mengganggu kami, jelas Lis Bere sambil mengais botol plastik dengan tongkatnya.
Lanjut, Lis Bere, bahwa pekerjaan dari mengais sampah terutama botol plastik, hasil bersih yang dia peroleh setelah menimbang Ia mendapatkan Rp 60.000 dalam satu hari.
Tetapi, terkait harga juga bergantung pada berat plastik per kilo yang berhasil dikumpulkan.
Berkat kerja kerasnya, Lis Bere pun berhasil menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Anak saya yang pertama sudah sarjana.
Dia kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undana, ucap Lis Bere sambil menyeka keringat di wajahnya yang tampak keriput.
Lis mengakui ekonomi rumah tangganya tidak bergantung penuh dari sampah plastik yang dijualnya.
Selain bersumber dari suaminya yang bekerja serabutan, ia juga menjual kue di pagi hari di pinggiran jalan dekat rumahnya di Osmok, Alak.
Tidak jauh dari tempat Lis, juga terlihat Markus Liunokas (63) yang sedang mengais sampah.
Markus dengan tanganya yang cekatan terus mengais tumpukan sampah.
Ia mencari besi atau logam kecil yang bisa ditukarnya dengan uang.
Di sini Markus bekerja selama 26 tahun.
Waktu yang tidak singkat.
Selama puluhan tahun, ia berhasil mengumpulkan uang dan membeli rumah di Perumahan Kota Alak.
Sampah bagi banyak orang adalah sesuatu yang harus dibuang, kata Markus.
Namun baginya sampah adalah sumber kehidupannya.
Koordinator Pemulung TPA Alak Vince Lenggo (40) menyetujui apa yang disampaikan Markus.
TPA bukan hanya tempat sampah tetapi sudah menjadi sumber kehidupan.
Ibu empat orang anak ini menyebutkan, 50 kepala keluarga mencari nafkah di tumpukan sampah ini.
Mereka bekerja tanpa lelah.
Mereka memilah sampah yang masih bernilai jual sejak pukul 08.00 Wita hingga pukul 17.00 Wita. Secara konsisten.
Kadang ada yang datang di malam hari karena mobil sampah baru datang Mereka menggunakan senter, ucap Vince.
( Gregorius Cristison Bertholomeus, S.H.,M.H).