-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Seluruh Rakyat Indonesia Wajib Setujui Penjarakan Jokowi Dan Prabowo Subianto Dua Komplotan Ini Penyalahgunaan Negara Berkedok Pemimpin

Februari 24, 2025 | Februari 24, 2025 WIB Last Updated 2025-02-24T03:31:15Z
Jakarta,detiksatu.com || Pembebasan lahan. Nah dengan tidak adanya sosialisasi yang memadai kepada masyarakat yang terdampak, menimbulkan pertanyaan tentang kepatuhan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021, yang mensyaratkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan PSN.

Sedangkan, sertifikat HGB untuk lahan di kawasan PIK 2, termasuk yang terkait PSN, diterbitkan atas tanah yang semula merupakan laut atau tanah timbul. Proses ini, diduga melanggar prosedur karena tidak ada bukti pelepasan status kawasan dari properti negara (misalnya, dari kawasan hutan lindung atau perairan) sebelum dialihkan ke pihak swasta.

Setelah terjadinya kisruh atas pagar laut misterius, akhirnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan bahwa proyek Tropical Coastland di PIK 2 tidak tercantum dalam RTRW, baik di tingkat provinsi (Banten) maupun kabupaten (Tangerang). Hal ini menunjukkan bahwa, penetapan status PSN diduga tidak melalui proses perencanaan tata ruang yang sesuai dengan regulasi, seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Esai kali ini akan menjelaskan kepada kalian atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh Jokowi melalui

Pelanggaran Prinsip Keterbukaan

Jeremy Bentham, filsuf utilitarian abad ke-18, menekankan tentang pentingnya transparansi melalui konsep "panopticon," yang secara metaforis menggambarkan bagaimana pengawasan publik dapat mencegah korupsi serta penyalahgunaan kekuasaan. Keterbukaan atau transparansi, merupakan pilar utama dalam tata kelola pemerintahan yang baik sehingga akan terjadi checks and balances antar lembaga.

Sedangkan, proses penerbitan izin proyek PIK 2 tidak melalui proses atau mekanisme yang transparan, sehingga menimbulkan kecurigaan atas adanya praktik korupsi atau nepotisme, kenapa? Pada narasi pembuka di atas saya sudah menyebutkan, bahwa landasan hukum PSN PIK 2 terbit pada 18 Maret 2024, sedangkan pengungumannya resminya dipublikasikan pada bulan Juni 2024. Nah, tanpa akses publik yang jelas terhadap informasi mengenai alasan dan proses pengambilan keputusan, masyarakat tidak dapat meminta pertanggungjawaban pemerintah, yang pada akhirnya merusak kepercayaan terhadap institusi negara.

Di dalam UUD 1945, tepatnya pada Pasal 1 (ayat) 3 disebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, di mana, pemerintah harus melakukan transparansi dan akuntabilitas atas kebijakan yang mereka buat. Nah Jokowi? Ia mengeluarkan izin atas PSN PIK 2 pada 18 Maret 2024 dan, baru bisa diakses oleh publik pada bulan Juni 2024.


Koalisi Indonesia Maju dan Checks and Balances

Proses demokrasi yang sehat memerlukan debat legislatif yang mendalam dan inklusif seperti yang dijelaskan oleh John Locke, dalam teori kontrak sosialnya yang menegaskan, bahwa peran parlemen sebagai wakil rakyat harus memastikan keputusan yang diambil merupakan keputusan yang mementingkan kepentingan publik. Namun, dalam pembuatan kebijakan untuk PSN PIK 2, parlemen (DPR) didominasi oleh koalisi Jokowi (sekitar 80% kurai) sehingga gagal menjalankan fungsi ini dengan baik.

Nah, kurangnya oposisi yang kuat (tidak balance) mengakibatkan minimnya perdebatan kritis, sehingga pada akhirnya proyek ini (PSN PIK 2) lolos tanpa pengawasan yang ketat. Fenomena minimnya komposisi oposisi di DPR, juga sejalan dengan warning yang pernah disebutkan oleh Montesquieu tentang bahaya konsentrasi kekuasaan, di mana parlemen gagal berfungsi sebagai penyeimbang kekuasaan eksekutif karena kurangnya oposisi.

Kalian bisa cek sendiri, selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi, Koalisi Indonesia Maju makin bertambah sehingga akan memudahkan Jokowi untuk membuat kebijakan yang merugikan masyarakat, seperti PSN PIK 2 ini.

Montesquieu, dalam karyanya The Spirit of the Laws, mengemukakan doktrin tentang pemisahan kekuasaan sebagai cara untuk mencegah tirani. Prinsip checks and balances yang juga diamanatkan oleh UUD 1945 memastikan bahwa cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif saling mengawasi. Namun pada faktanya, dalam kebijakan tentang PSN PIK 2 ini, dominasi eksekutif atas legislatif (ditambah dengan kemungkinan pengaruh pada yudikatif) telah merusak sistem atau prinsip ini. Imbasnya? Proyek PSN PIK 2 ini berjalan tanpa pengawasan yang memadai dari cabang kekuasaan lain, yang sangat memungkinkan adanya penyalahgunaan wewenang yang tidak terkendali.

Sumber: hera


×
Berita Terbaru Update