Bandung,detiksatu.com || Indonesia, terhusus pulau Jawa, sebagai pusatnya ibu kota Indonesia, seharusnya bijak dalam menyikapi perpedaan Ru'yatul hilal. Ungkap ustadz Hasan Asso pada (8/4/25)
Ia juga mengatakan,Dan (Isbat Ru'yatul Hilal) ditetapkan sesuai matahari dan bulan pertama kali terbit, karena duluan-nya pergantian pagi dan malam di Indonesia bagian timur.imbunya.,
Dalam hal ini ,Perbedaan jam Indonesia bagian timur (Papua) dan Jawa selisih (2) jam, tentu Papua sudah duluan melaksanakan rangkaian shalat fardhu maupun shalat sunnah lainnya seperti shalat sunnah tarawih dan dilanjutkan dengan puasa. Kata ustadz Hasan Asso.
Jika masyarakat muslim di timur mengikuti atau ma'mum pada masyarakat muslim yang ada di barat maka dapat di pastikan masyarakat muslim Indonesia bagian timur sudah selasai melaksanakan shalat tarawih pada (Pkl 12 malam) karena menunggu sidang isbat yang sangat lama seperti tahun ini (kemarena malam) dan itu sangat tidak bagus buat stamina terutama bagi kaum lemah seperti orang tua dan orang yang sedang mengalami gangguan kesehatannya. Kata ustadz dalam keterangan nya kepada wartawan pada (8/4/25)
Dan jika ru'yatul hilal-nya ma'mum pada daerah husus istimewa Aceh, seperti tadi malam, maka kita semua tahu bahwa Aceh adalah Provinsi yang terletak di Indonesia paling barat dan umat islam yang melaksanakan shalat subuhnya paling akhir, sebentara di Indonesia timur (Papua sudah selesai shalat zduhah). Atau dapat dikatakan ayam sudah berkokok bagian timur, sedang bagian barat masih masih ngorok di balik selimut.
"Dan hemat penulis, terhusus ru'yatul hilal untuk menetapkan satu (1) Ramadhan di Indonesia dari sabang sampai merauke di tetapkan sesuai arah matahari terbit. Bukan sesuai arah matahari terbenam. Sebab, sabang masih siang, merauke sudah malam. Ujarnya.
Dalam hal ini Penulis memberikan saran kepada pemerinta pusat wilayah Kementerian Agama, agar melakukan semacam gebrakan baru, membangun bazis-bazis atau lembaga islam di bagian Indonesia timur.
Dan ini sesuai dengan salah satu misi lahirnya HISSI yaitu Himpunan Ilmuwan Sarjana Syariah Indonesia, yang bertujuan untuk meyakinkan berbagai pihak bahwa syariah adalah solusi yang dialogis, konteks dan adaptif. Dengan kata lain, dalam konteks negara kebangsaan ( nations state), syariah dapat berfungsi sebagai subtansi nilai yang dapat memberikan akar bagi tumbuhnya ketaatan yang murni dan tulus terhadap konstitusi dan perundang-undangan yang ada. Di pelopori oleh, Prof. Dr. H. Muhammad Amin S.H., M. A., M.M.
Beliau adalah tokoh islam yang sangat dikenal di dunia pendidikan islam di Indonesia dan salah satu guru besar UIN Jakarta.
Dalam organisasi HISSI memiliki Visi bahwa mewujudkan masyarakat Indonesia yang memahami, menghayati, dan mengamalkan syariat islam.
Dan HISSI memiliki misi sebagai nerikut:
1. Melakukan pengkajian, penelitian, dan pengembangan ilmu-ilmu Syariah dalam konteks ke-Indonesiaan
2. Meningkatkan kuwalitas ke islaman SDM yang kompeten di bidang syariah
3. Memberikan landasan nilai-nilai ke-Syariahan dalam pembetukan dan pengembangan perundang-undangan di Indonesia
4. Membina dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi syariah
5. Menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah, dalam dan luar negeri.
6. Memperkuat kelembagaan syariah di Indonesia.
Melihat dari visi dan misi terselenggarakan oleh HISSI di atas, Prof. Amin pernah mengutarakan perlunya membuka cabang HISSI di Indonesia bagian Timur (Papua) dan menurut penulis rencana penempatan cabang HISSI di wilayah Papua tersebut sangat bagus untuk perkembangan syiar islam dan sekaligus memberi tahu pemerintah khusus-nya di lingkungan Kementerian Agama RI, supaya pemerintah memberikan mandat pada setiap lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang terafiliasi dengan Kementerian Agama, melakukan pemantauan rukyatul hilal untuk menentukan satu Ramadhan berdasarkan tahunnya.
Dengan demikian penetapan sidang isbat rukyatul hilal yang dilakukan setiap akhir tahun penentuan satu (1) Ramadhan Hijriyah dapat di lakukan dari tempat matahari dan bulan terbit, sehingga seluruh umat islam di Indonesia serentak menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
Atau pendapat penulis karena lebanyakan masyarakat islam di Indonesia banyak perbedaan mazhab ulama, ormas islam, maka jalan tengahnya adalah menggunakan metode (hisab) untuk menentukan awal bulan hijriyah dan menetapkan hari-hari besar islam, seperti Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, jauh-jauh hari sebelumnya seperti yang di terapkan oleh kelompok Muhammadiyah.
Bagi kelompok Muhammadiyah, kalender hisab ini cukup untuk menjadi pedoman beribadah tanpa memerlukan pengamatan langsung hilal (rukyat).
Karena Metode pengamatan langsung terkadang dapat menimbulkan berbagai macam pendapat di kalangan masyarakat dan terhusus orang-orang yang berkompeten dibidangnya, seperti yang kita amati pada tanggal 28 Februari 2025 lalu, untuk menentukan kalender hijriyah satu (1) Ramadhan 1446.
Dampak negatifnya, berdampak pada daerah-daerah yang sudah malam duluan seperti Indonesia bagian timur harus menunggu sidang isbat/penetapan hilal yang di lakukan oleh pemerintah pusat dalam hal ini tentu Menteri Agama RI yang memegang kendali penuh dalam menentukan kapan tanggal satu (1) Ramadhan 1446 Hijriyah. Dan di ikuti oleh badan istansi lainnya, seperti MUI, Dewan Syuro Syariah Indonesia, BMKG, NU, dan lain-lain.
Jika dilihat dari sisi lain, seolah Indonesia yang besar ini hanya milik segelintir pulau yang penganutnya mayoritas umat islam, dan seolah sidang isbat rukyatul hilal hanya di peruntukan untuk kelompok tesebut, karena daerah lain memiliki kebijakan pemerintah dalam menetapkan hasil rukyatul hilal.
Seperti di negara Thailand, satu (1) Ramadhan 1446 Hijriyah jatoh pada hari minggu tanggal dua (2) Ramdhan, kerenan memang hasil rukyatul hilalnya pada tangga 2 Ramadhan 1446 Hijriyah.
Sidang isbat pemerintah untuk Nasional dari Sabang sampai Merauke namun nyatanya daerah lain sudah duluan bahkan harus menunggu sidang isbat sampai larut malam.
Hasil percakapan via chat bahwa pendapat dari salah satu tokoh dan sesepuh agama sebagai berikut:
Kami yg di timur tidak pernah pusing dengan keputusan rukiyah ...
Kami tetap sholat tarawih sebagaimana biasanya jam wailaya timur...
Jika...keputusan pemerintah sudah jatuh hilal-nya...kita besoknya lanjut puasa
Jika...belum...maka shalat tarawihnya..sudah dicatat sebagai sholat lail...
Begitu saja....ga usah pusing-pusing....
Sidang isbat Pemerintah adalah bersifat final dan mengikat untuk seluruh masyarakat islam di Indonesia, oleh sebab itu sidang isbat ru'yatul hilal berdampak manfaat untuk masyarakat Indonesia dari sabang sampai merauke secara serentak.
Sumber : H. Hasan Aabdul Rahman Asso. S.Sy. M.H.
Ketua Yayasan Sinergi Timur Mas dan Rumah Al-Qur'an Asso.